Bogor, eranasional.com | Saat memimpin rapat terbatas pada 4 Februari 2020 lalu untuk membahas kesiapan menghadapi dampak virus korona yang mewabah di Tiongkok, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk menghitung cermat dampak dari penerapan kebijakan yang diambil pemerintah terkait hal tersebut.
Di sektor perdagangan misalnya, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menjadi negara tujuan ekspor pertama dengan pangsa pasar kurang lebih 16,6 persen dari total ekspor Indonesia. RRT diketahui juga merupakan negara asal impor terbesar bagi Indonesia.
Hal tersebut turut menjadi pembicaraan Presiden dengan Direktur Pelaksana Bank Dunia terpilih, Mari Elka Pangestu, dalam pertemuan keduanya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Selasa, 11 Februari 2020.
“Kalau virus korona masih belum ada prediksi yang pasti apa yang diperkirakan akan terjadi. Namun, sudah pasti perekonomian Tiongkok itu pasti akan mengalami penurunan pertumbuhan,” ucap Mari setelah pertemuan tersebut.
Menurutnya, apabila perekonomian Tiongkok mengalami penurunan, hal tersebut akan menimbulkan dampak bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia. Meski demikian, dalam pembicaraannya dengan Presiden, Indonesia masih memiliki keuntungan dari besarnya pasar di dalam negeri yang tentunya dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi dampak tersebut.
“Kita punya pasar dalam negeri yang besar. Jadi dalam keadaan seperti ini kita harus melakukan langkah-langkah untuk mengamankan daya beli di dalam negeri,” tuturnya.
Sementara itu, dalam rapat terbatas pada awal Februari, Presiden sendiri memandang adanya potensi untuk memanfaatkan ceruk pasar ekspor di negara-negara lain yang sebelumnya banyak melakukan impor dari RRT. Demikian halnya dengan hal tersebut yang memunculkan momentum bagi industri substitusi impor di Tanah Air untuk meningkatkan produksi dan berkembang lebih jauh.
“Kalau dari sisi impor, terputusnya rantai pasok karena adanya virus korona ini juga berarti kita harus mencari sumber lain ataupun sumber dari dalam negeri. Mungkin itu juga akan mendorong insentif untuk peningkatan investasi untuk menggantikan keperluan impor untuk industri (dalam negeri) yang kita perlukan,” kata mantan Menteri Pariwisata tersebut.
Terlepas dari hal tersebut, Mari berharap agar pertumbuhan ekonomi nasional dapat terus terjaga seperti saat ini. Ia berpandangan bahwa di tengah ketidakpastian global, mampu mempertahankan angka pertumbuhan ekonomi di kisaran angka lima persen merupakan suatu hal yang tak mudah dan patut disyukuri.
“Yang penting kita harus merasa beruntung kita bisa mempertahankan stabil di angka lima. Itu sudah sangat baik dalam keadaan dunia seperti ini,” tandasnya.
(Fyan/bipres/red).