Eranasional.com – Hari Tumpak Landep di Bali dirayakan setiap sanisara kliwon wuku landep atau enam bulan pawukon dalam penanggalan kalender Hindu. Masyarakat yang kurang paham apa arti sesungguhnya tumpak landep, semoga sesudah membaca tulisan ini, menjadi lebih memahami tradisi dan kegiatan ritual yang menggunakan kelengkapan sarana “banten”, rangkaian janur kombinasi bunga dan buah-buahan yang dipersembahkan untuk berbagai jenis alat produksi termasuk senjata pusaka. Tradisi ini sudah turun menurun dilaksanakan hingga kini dengan hikmat.
Arti kata Tumpak Landep sendiri yaitu Tumpek = Asal dari kata Tumampek, tiada lain adalah sebagai apa yang digariskan oleh arti Tumpek itu sendiri yaitu: Tu = metu /keluar dan Pek = berakhir. Jadi Tumpek berarti merupakan awal dan juga akhir. Sementara Landep memiliki arti runcing/ tajam, jadi arti Tumpek Landep bila disatukan adalah Turunnya kekuatan Tuhan yang berupa ketajaman pikiran, juga fisik sehingga meningkatkan kualitas hidup secara terus menerus.
Makna lebih mendalam Tumpek Landep memiliki arti sebagai penyucian dan serta peningkatan rohani spiritual yaitu pikiran dan hati suci. Melalui penyucian ini diharapkan manusia memiliki ketajaman pikiran layaknya senjata tajam dan kesucian hati sejernih air jernih. Dan pada hakikatnya memohon kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa agar umat diberikan ketajaman senjata kehidupan. ”Landep itu mengandung makna runcing atau tajam. Jadi yang ditajamkan adalah senjata kehidupan kita.
Tumpek Landep adalah momen untuk menajamkan senjata kehidupan yaitu pikiran manusia. Dimana dalam perkembangannya tidak hanya senjata tajam seperti golok, tombak, keris, panah, kapak dan semua benda yang mengandung besi yang diupacarakan dan dibersihkan dengan air suci, tapi pada semua peralatan yang menunjang kehidupan manusia termasuk sarana dan prasarana jasa dan transportasi seperti mobil turut diupacarakan, termasuk motor, dan peralatan kerja dari besi turut diupacarakan meski sesungguhnya ini menyimpang melakukan upacara terhadap motor, mobil dan peralatan kerja.
Pada awalnya ritual Tumpak Landep yang berarti tajam hanya dilakukan pada benda yang disakralkan, seperti keris. Namun, seiring dengan perkembangan zaman semua benda yang terbuat dari logam dan yang digunakan oleh manusia juga diberi sesajen termasuk perangkat komputer dan televisi. Upacara dilakukan di rumah masing-masing sesuai kemampuan. Semua itu bermakna sebagai rasa syukur serta untuk memohon keselamatan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi Wasa yang dalam manifestasinya sebagai Dewa Senjata. Kegiatan ritual berlangsung sejak pagi hingga sore dan malam hari.
Tumpek Landep juga merupakan “pujawali” Betara Siwa yang berfungsi melebur dan “memralina” (memusnahkan) untuk kembali ke asalnya. Salah satu hari yang cukup diistimewakan umat Hindu itu berlangsung setiap 210 hari sekali. Masyarakat yang berprofesi sebagai petani mempersembahkan kurban suci itu ditujukan terhadap alat-alat pertanian berupa canggul, sabit maupun traktor. Semua peralatan yang terbuat dari besi dan tembaga termasuk, peralatan komputer, mobil dan sepeda motor yang lalu-lalang di jalan raya pada hari Tumpek Landep itu, mendapat persembahkan sesajen dan hiasan khusus dari janur yang disebut “ceniga”, “sampian gangtung”, dan “tamiang”.
Semuanya adalah wujud rasa syukur umat Hindu Bali ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan pengetahuan dan kemampuan merancang teknologi canggih, hingga tercipta benda-benda yang mampu mempermudah manusia dalam kehidupan dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat positif, sesuai dengan konsep hidup orang Bali yaitu “Tri Hita Karana”, hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, lingkungan dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian selamanya akan dapat digunakan dengan baik, tanpa merusak alam lingkungan. Masyarakat yang berprofesi sebagai petani misalnya, akan merawat dan menjaga alat-alat pertaniannya dengan baik. Sementara masyarakat yang berprofesi sebagai pembuat berbagai jenis peralatan dari bahan baku besi, baja, emas, perak (perajin) akan memelihara dan menjaga peralatannya agar tidak disalahgunakan untuk membuat benda-benda yang membahayakan kehidupan di alam semesta. (Nm/red).