KARAWANG||www.targethukum.com – Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta untuk segera mengaudit pembeliaan BBM atau solar diduga subsidi yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Karawang.
Diketahui, pembelian solar untuk bahan bakar alat berat Dinas PUPR Karawang ini dikelola Bidang Sumber Daya Air (SDA). Yaitu dimana setiap pembeliannya di SPBU tertentu mencapai 600 liter.
Praktisi Hukum dan Pengamat Kebijakan, Asep Agustian SH, MH, mempertanyakan, apakah pembelian BBM ini sudah ada MoU antara Dinas PUPR dengan pihak SPBU terkait. Kalau pun ada, maka hal tersebut tidak dibenarkan.
Karena ditegaskan, seharusnya Dinas PUPR Karawang melakukan MoU langsung dengan pihak Pertamina terkait kebutuhan BBM atau solar untuk operasi alat berat.
“Ini karena mereka membeli langsung dari SPBU tertentu dengan menggunakan mobil plat merah bak terbuka, akhirnya menjadi pertanyaaan publik. Jangan-jangan mereka membeli BBM atau solat subsidi,” tutur Asep Agustian, Rabu (27/11/2025).
Askun (sapaan akrab) mempertanyakan berapa liter sebenarnya kebutuhan BBM atau solar Dinas PUPR setiap harinya untuk mengoperasikan alat berat. Karena dalam satu titik SPBU saja bisa mencapai 600 liter.
Sementara berdasarkan informasi yang ia dapat, dalam satu hari Dinas PUPR Karawang membeli BBM atau solat di tiga titik SPBU yang berbeda.
“Ya itu kelemahannya, karena mereka sepertinya tidak ada MoU langsung dengan Pertamina. Coba kalau ada MoU, mereka tidak perlu repot-repot belanja di SPBU setiap hari, karena nanti diantar langsung Pertamina ke Dinas PUPR,” katanya.
“Dan kalau ada MoU langsung dengan Pertamina, maka akan lebih jelas pertanggungjawabannya. Tidak memunculkan kecurigaan publik seperti saat ini (membeli BBM subsidi),” timpal Askun.
Atas persoalan ini, Askun meminta inspektorat dan BPK untuk segera mengaudit pembelian BBM di Bidang SDA Dinas PUPR Karawang. Dengan harapan setiap proses pembelian BBM ini lebih tertib administrasi dan untuk meminimalisir tindak pidana mark up atau korupsi.
“Saya minta Inspektorat dan BPK untuk mengaudit, supaya kita tahu yang dibeli BBM subsidi atau non subsidi dan benar gak peruntukannya,” tandasnya.
Sementara saat dikonfirmasi wartawan lewat pesan WhatsApp (WA), Samsul – Kepala UPTD Dinas PUPR Karawang menegaskan, bahwa pembelian BBM yang dilakukan adalah non subsidi berupa BBM Pertamina dex. Karena menurutnya yang tidak diperbolehkan adalah pembelian bio solar.
Namun sampai berita ini masuk meja redaksi, belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai berapa sebenarnya kebutuhan BBM Dinas PUPR setiap harinya?. Dan apakah Dinas PUPR telah melakukan MoU dengan SPBU tertentu atau Pertamina dalam setiap pembelian BBM-nya.
Sementara itu, Ahmad, salah satu pengawas SPBU 34-41349 Karawang, mengaku bahwa pihaknya hanya memfasilitasi pembelian BBM yang dilakukan Dinas PUPR.
“Memang ada kerja sama, tapi dengan PT di Bandung. Kami hanya memfasilitasi. Pembayarannya pun transfer langsung ke PT di Bandung, bukan ke kami,” jelas Ahmad.
Ia menambahkan bahwa setiap pembelian BBM dilakukan dengan prosedur penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) antara Dinas PUPR Karawang dan PT di Bandung tersebut.
“Pembeliannya pakai SPK dulu. Itu antara DPUPR Karawang dengan PT di Bandung,” tutupnya.
*Red_












