Sidoarjo,- Target Hukum
Menjelang 10 Tahun Lumpur Lapindo, Ini Dia 10 Fakta Terkait
Kasus Lumpur Lapindo yang terjadi di Sidoarjo pada 2006 silam memang menjadi salah satu ‘bencana buatan’
dengan kerugian besar. 10 tahun sudah hampir berlalu sejak pertama kalinya lumpur ini menyembur dari tanah,
tepatnya 29 Mei 2006. Lantas, dalam waktu yang lama ini, adakah perubahan atau paling tidak perbaikan signifikan?
1. Bencana lumpur dengan korban dan kerugian besar.
Menjelang 10 Tahun Lumpur Lapindo, Ini Dia 10 Fakta Terkait Perbaikan Signifikan yang Terjadi
Pada 29 Mei 2006, kegiatan pengeboran oleh PT Lapindo yang menyebabkan tidak stabilnya kondisi tanah di bawah lokasi awal.
Kemudian, lumpur yang telah menumpuk sempat ditutup, tapi terjadi tekanan. Akhirnya, lumpur menyembur
dan mulai menggenangi wilayah sekitar pengeboran sampai pemukiman, pertanian dan perindustrian.
Akibatnya, 16 desa di tiga kecamatan terendam lumpur dengan tinggi enam meter. Lebih dari 25.000 jiwa harus diungsikan,
serta lebih dari 600 hektare tanah dengan 1810 rumah, 18 sekolah, dua kantor, 15 pabrik, 15 masjid dan mushola.
2. Volume lumpur semakin bertambah.
Menjelang 10 Tahun Lumpur Lapindo, Ini Dia 10 Fakta Terkait Perbaikan Signifikan yang Terjadi
Awal 2007, volume lumpur semakin bertambah mencapai tujuh juta meter kubik. Kemudian, Mei 2007,
ada upaya penghentian semburan lumpur dengan teknik relief well, tapi batal karena peralatan yang tidak tersedia.
Mereka juga beralasan bahwa adanya kekurangan dana selama proses persiapan teknik tersebut. Rakyat kembali terbengkalai.
Kemudian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden Nomer 14 Tahun 2007 yang juga menjadi awal
pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). BPLS dibuat untuk menangani upaya penanggulangan semburan,
menangani luapan, serta menangani masalah sosial dan infrastruktur akibat lumpur.
3. Lumpur Lapindo adalah bencana alam.
Menjelang 10 Tahun Lumpur Lapindo, Ini Dia 10 Fakta Terkait Perbaikan Signifikan yang Terjadi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan semburan lumpur Lapindo merupakan fenomena alam yang
disebut mud volcano. Kesimpulan tersebut adalah hasil kajian BPPT dalam loka karya pada 6 Oktober 2006 dan
20-21 Februari 2007.
Pada 17 Maret 2008, Menteri Riset dan Teknologi pada masa itu, Kusmayanto Kadiman pun merekomendasikan temuan BPPT
dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI.
4. Peraturan Presiden yang membuat perpecahan.
Menjelang 10 Tahun Lumpur Lapindo, Ini Dia 10 Fakta Terkait Perbaikan Signifikan yang Terjadi
Pada 2009, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) No 40 tahun 2009 yang ditambah
dengan Perpres Nomer 14/2007 yang mewajibkan PT Lapindo Brantas Inc. untuk memberikan ganti rugi kepada korban.
Namun, ganti rugi dibagi dalam dua kelompok, yakni wilayah yang masuk Peta Area Terdampak (PAT) akan dibayar oleh
perusahaan. Sementara desa-desa di luar PAT diberi ganti rugi oleh negara. Namun, proses ganti rugi ini malah
menimbulkan masalah sendiri. Akibatnya, pembagian ini membuat terjadinya penelantaran dan perpecahan di tingkat warga.
5. Semburan lumpur diperparah dengan adanya gas metana.
Menjelang 10 Tahun Lumpur Lapindo, Ini Dia 10 Fakta Terkait Perbaikan Signifikan yang Terjadi
Pada 20 September 2010, terjadi semburan gas metana disertai air bercampur lumpur di Kecamatan Porong.
Semburan ini juga menunjukkan peningkatan tajam semburan dan tingkat gas metana. Petugas Geohazard BPLS pun
berusaha memisahkan metana dengan air dan lumpur dengan separator. Namun, peningkatan semburan pun membuat
petugas kesulitan.
Gas metana lantas dilepas ke udara bebas, sehingga warga yang bertahan di sekitar pusat semburan harus
mengenakan masker penutup mulut dan hidung untuk menangkal bau metana. Kebakaran juga terjadi akibat penggunaan gas
metana untuk memasak. Pada tahun yang sama BPLS masih kebingungan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sementara, ganti rugi pun masih tersendat.
@kapt. Agus