Papua- Barat,Targethukum.com-Anggota Dewan Perwakilan Daerah Papua Barat (DPD Papua Barat) Mamberob Yosephus Rumakiek meminta Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk bersikap bijak, dan tidak asal-asalan menyinggung isu rasisme dan diskriminasi di Papua.
Oleh karena itu, Senator asal Papua Barat Mamberob Yosephus Rumakiek meminta agar Mensos Tri Rismaharini sebaiknya menyatakan permintaan maaf kepada seluruh Rakyat Papua, karena telah abai dan membuat pernyataan yang sangat terkesan merendahkan Orang Asli Papua (OAP).
Menurut Mamberob, sebagai Pejabat Publik, seharusnya Mensos Tri Rismaharini itu tahu etika komunikasi. Pejabat Publik mestinya membangun budaya komunikasi yang setara, agar menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.
“Jangan menyinggung atau merendahkan Papua. Karena Orang Papua adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Indonesia. Pejabat publik jangan berpikir atau berpandangan rasis. Jangan diskriminatif terhadap etnis atau daerah tertentu, karena berpotensi menimbulkan konflik di akar rumput,” tutur Mamberob Yosephus Rumakiek, kepada wartawan, Kamis (15/07/2021).
.Oleh karena itu, menurut Senator asal Papua Barat ini, Presiden sebagai boss-nya para Menteri, harus memberikan teguran keras kepada para anak buahnya yang asal-asalan menyampaikan pernyataan, bahkan yang bersengaja menyinggung isu rasialisme dan diskriminatif.
“Presiden harus tegur Mensos dan memberikan pembinaan terkait pengetahuan pejabat akan kekayaan etnis di Indonesia,” ujar Mamberob.
Mamberob malah mempertanyakan Pejabat Publik sekelas Mensos Tri Rismaharini yang tidak memiliki wawasan Kebangsaan Indonesia, dan tidak memahami nilai-nilai Pancasila dan Gotong Royong.
Padahal, dalam banyak kesempatan, Negara Indonesia, dan terutama Presiden meminta untuk menjaga Nasionalisme Indonesia, menjaga Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Bukan soal kinerjanya seorang Mensos, ini soal wawasan kebangsaan dan Nasionalismenya seorang Mensos. Kalau masih berpikir rasis, sebaiknya segera saja diganti,” desak Mamberob.
Untuk itu, Rakyat Papua, khususnya Papua Barat, lanjut Mamberob Rumakiek, terlebih dahulu mendesak Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk meminta maaf kepada seluruh Rakyat Papua.
“Mensos harus meminta maaf kepada Rakyat Papua atas pernyataannya. Mensos hasurnya memperhatikan persoalan Rakyat Papua yang seolah diremehkan oleh Si Mensos itu sendiri, seperti persoalan Pengungsui Nduga dan Hitadipa,” tandas Mamberob Rumakiek.
Menteri Sosial Tri Rismaharini disebut telah melakukan aksi rasialisme dan diskriminatif terhadap Rakyat Papua.
Hal itu ketika Mensos Risma menegur pimpinan dan staf di BRSPDSN Wyata Guna, Kota Bandung. Video Mensos Risma sedang marah-marah itu pun sudah viral di berbagai media sosial.
Mensos Risma saat itu menilai mereka tak siap bertugas di dapur umum serta menyediakan organ tunggal untuknya.
“Saya tidak mau lihat seperti ini lagi. Kalau seperti ini lagi, saya pindahkan semua ke Papua,” kata Mensos Risma mengancam.
Ancamannya itu pun diulangi lagi beberapa saat berikutnya. “Saya enggak bisa pecat orang kalau enggak ada salah, tapi saya bisa pindahkan ke Papua. Jadi tolong yang peka,” lanjut Mensos Risma.
Sementara itu, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Raden Harry Hikmat menyebut istilah ‘Pergi ke Papua’ yang dilontarkan Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Risma sebagai bentuk lecutan motivasi agar aparatur sipil negara (ASN) lebih peduli di masa gawat darurat pandemi.
Menurut Harry, ungkapan itu merupakan upaya meningkatkan empati pegawai terhadap kondisi terkini masyarakat, agar pegawai mampu bekerja dengan hati, harus keluar dari zona nyaman terlebih dahulu.
“Itulah yang dimaksudkan dengan pernyataan akan dipindahkan ke Papua, tempat yang paling jauh (dari Bandung) tapi masih di Indonesia. Seluruh pegawai harus mampu keluar dari zona nyaman, meninggalkan keluarga dan kenyamanan rutinitas yang dialami sehari-hari, untuk berperan mengatasi masalah sosial dari Aceh sampai Papua,” jelas Harry dalam keterangannya yang dikirimkan kepada para wartawan.
Harry mengatakan, arahan Risma dalam kunjungan kerjanya di Dapur Umum Balai Sosial Wyata Guna Bandung, Selasa, 13 Juli 2021, harus dimaknai sebagai cambuk untuk seluruh jajaran Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI.
Apalagi dalam kunjungan tersebut sempat Balai menyuguhkan hiburan dan hiasan yang tidak perlu dalam kondisi kedaruratan.
“Kami harus belajar dari relawan Tagana (Taruna Siaga Bencana) bagaimana cara mengoperasikan dapur umum,” ujar Harry Hikmat.
Dapur umum di Balai Wyata Guna Bandung ini diterapkan di beberapa balai sosial lain yang juga membuka dapur umum.
Saat ini dapur umum dalam rangka meningkatkan ketahanan sosial masyarakat terkena dampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di wilayah Jawa-Bali beroperasi di Jakarta, Bandung, Bogor, Solo, Surabaya, dan Denpasar.
Dapur umum itu mendistribusikan tambahan protein dan vitamin D bagi tenaga kesehatan, tenaga operasional pendukung PPKM Darurat serta masyarakat umum yang melakukan isolasi mandiri.
Kehadiran Kementerian Sosial dalam situasi tanggap darurat juga diwujudkan dalam pemberdayaan sosial dan penanganan pasca-bencana sebagaimana dilakukan di beberapa wilayah di Papua.
“Pasca banjir bandang awal 2021 misalnya, hingga saat ini kami terus mendorong bangkitnya perekonomian masyarakat melalui penyediaan perahu long-boat, fasilitasi koperasi untuk membuka kios sembako dan beragam kegiatan pengolahan hasil pertanian. Kami berharap jajaran kami dapat terjun langsung ke daerah-daerah di Papua pasca-PPKM Darurat ini,” kata Harry.
Sebelumnya, Risma protes kepada sejumlah ASN yang ada di Balai Wyataguna Bandung karena dinilai tidak ikut membantu memasak di dapur umum yang dibuat oleh Kementerian Sosial untuk mendistribusikan makanan kepada masyarakat.
Saat kunjungan, Risma mendapati adanya dapur umum yang hanya dikerjakan oleh petugas dari Tagana dan petugas lainnya. Sementara ASN lainnya di lingkungan Kementerian Sosial hanya bekerja di dalam kantornya masing-masing.
Red*