JAKARTA, www.targethukum.com
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan, pengaturan korporasi sebagai subjek hukum pidana dilatar-belakangi oleh perkembangan industrialisasi dan kemajuan yang terjadi dalam bidang ekonomi dan perdagangan, telah mendorong pemikiran bahwa subjek hukum pidana tidak lagi hanya dibatasi pada manusia alamiah tetapi meliputi pula korporasi, karena untuk tidak pidana tertentu dapat pula dilakukan oleh korporasi.
Kaitan penegakan hukum dengan tindak pidana korporasi, ada kondisi dilematis antara kepentingan pemidanaan dengan menjaga kelangsungan hidup korporasi. Pemidanaan terhadap korporasi tidak semata-mata persoalan hukum, tetapi juga persoalan sosial kemasyarakatan.
Pemidanaan yang lebih mengutamakan pendekatan pembalasan akan menghadirkan dampak negatif lebih banyak, terutama terhadap orang-orang yang tidak berdosa yang bergantung hidupnya kepada korporasi.
“Oleh karena itu, pemidanaan terhadap korporasi khususnya sanksi penutupan korporasi hendaknya dilakukan secara hati-hati, cermat dan bijaksana karena dampaknya sangat luas. Jangan sampai orang-orang yang tidak berdosa seperti buruh, pemegang saham, konsumen dan pihak-pihak yang bergantung kepada korporasi termasuk pemerintah menjadi korban sebagai pihak yang dirugikan,” papar Burhanuddin.
Selanjutnya, Jaksa Agung mengatakan korporasi sebagai subyek hukum non alamiah tidaklah mungkin diterapkan sanksi pidana yang hanya dapat diterapkan pada subyek hukum manusia, misalnya hukuman mati, penjara, maupun kurungan.
Oleh karena itu, sanksi pidana yang paling tepat diterapkan untuk subyek hukum korporasi adalah optimalisasi pengembalian atau pemulihan kerugian yang timbul sebagai akibat perbuatan pidana korporasi, serta terciptanya kembali harmonisasi kehidupan di masyarakat yang sebelumnya terkoyak oleh tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.
Bertolak dari pandangan tersebut, hendaknya pemidanaan korporasi dalam perspektif penegakan hukum integral, lebih diarahkan pada pencapaian keadilan transformatif dimana pihak-pihak yang berkonflik saling memberikan keadilan satu sama lain. Sehingga tercipta kembali keharmonisan di masyarakat, dengan kewajiban utama korporasi sebagai pelaku tindak pidana adalah; mengembalikan kerugian yang ditimbulkan.
“Korporasi sebagai pelaku tindak pidana, dalam perspektif penegakan hukum integral, tentunya tidak hanya untuk memulihkan keadaan seperti semula namun juga untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah terutama dalam sektor padat karya, menghendaki korporasi untuk berupaya maksimal menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, serta terciptanya kondisi yang memungkinkan partisipasi dan kesempatan berusaha secara adil bagi masyarakat,” tegasnya lagi.
Selain itu, menurut Jaksa Agung pemidanaan terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana juga mempertimbangkan untuk terwujudnya stabilitas ekonomi dan mengantisipasi krisis di berbagai bidang, sebagai akibat tindak pidana yang dilakukan korporasi.
Menurut Jaksa Agung, pembaharuan hukum pidana korporasi yang holistik harus diwujudkan dengan menyelaraskan seluruh sistem hukum yang ada meliputi subtansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum secara integral. Hal itu, tentunya dengan tetap mempertimbangkan dampak dari pemidanaan terhadap korporasi itu sendiri.
“Kiranya ke depan dalam pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia dapat dilakukan dengan pendekatan penegakan hukum integral untuk mencapai keadilan tranformatif. Dengan pendekatan ini diharapkan akan menciptakan suatu tatanan kehidupan yang ajeg yang mampu memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi korporasi dan masyarakat, sekaligus mampu memberikan manfaat nyata untuk memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Burhanuddin.
Selanjutnya Jaksa Agung berharap, pemikiran Prof. (H.C) Dr. Asep N. Mulyana, S.H., M.Hum, ke depan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi legislatif dalam menyusun arah politik hukum khususnya untuk pembangunan dan pembaharuan hukum di Indonesia. Pemikiran Prof. (H.C) Dr. Asep N. Mulyana, S.H., M.Hum., juga dapat menjadi sumber kajian untuk kemudian dapat diejawantahkan oleh para akademisi dan praktisi hukum.
“Sekali lagi, kami mengucapkan selamat kepada Prof. (H.C.) Dr. Asep N. Mulyana, S.H., M.Hum. sebagai Profesor Kehormatan Universitas Pendidikan Indonesia Bidang Ilmu Hukum, semoga dengan amanah yang diemban dapat terus memberikan karya nyata yang diiringi dengan kerja nyata dan kerja tuntas bagi penegakan hukum di Indonesia,” tandas Burhanuddin.
Hal di atas merupakan ulasan pidato ilmiah Penegakan Hukum Integral Menuju Keadilan Transformatif Dalam Pertanggung-jawaban Pidana Korporasi atas Pidato Ilmiah Pengukuhan Profesor Kehormatan Universitas Pendidikan Indonesia Bidang Ilmu Hukum, Prof. (H.C.) Dr. Asep N. Mulyana, S.H., M.Hum. dengan tema: “Rancang Bangun Model Integratif Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Korporasi dan Bisnis”, yang disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Agung ST Burhanuddin pada hari ini, Jumat, (19/8-2022) di Gedung Ahmad Sanusi Universitas Pendidikan Indonesia.
(FC-Goes/AN)