Jakarta, Targethukum.com- Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto baru seumur jagung, namun sudah dihadapkan pada berbagai kontroversi yang melibatkan sejumlah pejabatnya.
Harapan besar masyarakat terhadap kepemimpinan baru ini menuntut sinergi kuat antarpejabat negara agar pemerintahan berjalan efektif dan tetap berorientasi pada kepentingan rakyat.
Namun, dalam beberapa pekan terakhir, muncul berbagai peristiwa yang mencerminkan tantangan besar di tubuh kabinet. Beberapa menteri dan pejabat pemerintahan tersandung polemik yang menyorot perhatian publik.
Terbaru, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Yandri Santosa, menjadi sorotan akibat pernyataan kontroversial yang dinilai merendahkan peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan wartawan.
Pengamat politik Dan Hukum dan salah satu Anggota LBH GANI, Horlas Monang SH, mengecam pernyataan Yandri yang dianggap meremehkan eksistensi LSM dan media.
“LSM dan wartawan lahir dari rahim perjuangan rakyat. Keberadaan mereka dijamin oleh konstitusi dan peraturan perundangan. Sikap menihilkan peran mereka adalah bentuk pemikiran yang keliru dan berpotensi melanggar hukum,” tegas Horlas dalam keterangannya kepada jaringan media nasional pada Senin, 3 Februari 2025.
Bukan Kasus Pertama
Horlas menyoroti bahwa pelecehan terhadap jurnalis dan aktivis bukan hanya terjadi kali ini. Ia menuding bahwa pola pikir diskriminatif terhadap profesi wartawan telah lama dipelihara oleh berbagai pihak, termasuk Dewan Pers, yang dianggapnya sebagai penghambat kebebasan pers.
Menurutnya, istilah seperti “wartawan abal-abal” atau “wartawan tidak kompeten” sering digunakan oleh pejabat untuk melemahkan kontrol sosial terhadap pemerintahan.
“Ujung-ujungnya, ini adalah strategi untuk menutupi perilaku korup yang menggerogoti anggaran negara,” tambahnya.
Horlas juga mengingatkan bahwa menghalangi kerja jurnalistik merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat (1) dalam regulasi tersebut mengancam pelaku dengan hukuman dua tahun penjara dan denda hingga Rp500 juta.
Desakan untuk Evaluasi dan Reformasi
Sebagai respons terhadap pernyataan kontroversial Yandri, Horlas menyerukan agar Presiden Prabowo segera mengevaluasi dan mengganti Menteri Desa PDTT. Menurutnya, seorang pejabat negara yang tidak memahami esensi demokrasi dan peran pers hanya akan menjadi beban bagi pemerintahan.
“Jika dibiarkan, ini akan merusak citra pemerintahan yang sedang membangun komitmen pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Selain itu, ia juga mengusulkan agar Dewan Pers dibubarkan karena dianggap tidak berkontribusi bagi kemajuan kebebasan pers di Indonesia.
“Di era digital seperti sekarang, setiap warga negara adalah jurnalis. Hak mereka untuk menyampaikan informasi dijamin oleh Pasal 28F UUD 1945,” tandasnya.
Polemik ini menjadi ujian bagi kepemimpinan Prabowo yang baru saja dimulai. Di satu sisi, ia harus memastikan kabinetnya tetap solid dan efektif dalam menjalankan program pemerintahan.
Di sisi lain, komitmennya terhadap kebebasan pers dan demokrasi dipertaruhkan dalam menangani kontroversi yang melibatkan para pembantunya.
Akankah Presiden Prabowo mengambil langkah tegas terhadap menteri-menteri yang dinilai bermasalah?
Ataukah ini hanya akan menjadi salah satu dari sekian banyak polemik yang berlalu tanpa penyelesaian?
Masyarakat kini menunggu tindakan nyata dari pemerintah
.red
TP