Hukum  

DPP APIB: Batalkan Ekspor Pasir Laut! Karena Hanya Untungkan Reklamasi Singapura dan Berpotensi Korupsi

JAKARTA, Targethukum.com- ||
Terkait keputusan pemerintah tentang izin penambangan dan ekspor pasir laut yang dikeluarkan melalui PP No. 26 Tahun 2023, DPP APIB menilai Izin atas eksploitasi dan ekspor Pasir Laut tersebut hanya akan menguntungkan kepentingan reklamasi pulau Singapura.

Pasalnya, Singapura itu tidak pernah berhenti melakukan reklamasi untuk keperluan perluasan pembangunan apartemen maupun untuk kawasan industri dan pelabuhannya seperti contohnya yang di kawasan Jurong.

“Sebaiknya pemerintah tidak lagi membuka kran eksport pasir laut yang artinya sama dengan memberi izin perluasan daratan Singapore, namun mengurangi daratan kepulauan negara kita,” ujar Sekjen DPP APIB Ir Erick MH, menyikapi kebijakan pemerintah terkait ekspor pasir laut tersebut.

Menurut Erick selain sangat merusak ekosistem laut sekitar pulau-pulau yang akan ditambang, juga akan mengakibatkan hilangnya habitat ikan wilayah pesisir pulau dimana tempat ribuan nelayan mencari ikan untuk kepentingan konsumsi jutaan masyarakat di daratan.

“Lama kelamaan akibat eksploitasi pasir laut untuk ekspor, bisa menyebabkan habisnya pasir dan juga hilangnya pulau-pulau kecil sebagaimana telah terjadi atas 4 pulau kecil di kawasan Provinsi Kepri selama ini,” beber Erick pula.

Menanggapi alasan pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang belakangan menyatakan bahwa hanya sedimen-sedimen pasir tertentu yang telah dinilai dan disetujui pihak KKP untuk ditambang. Sekjen DPP APIB itu jadi mempertanyakan; apakah pihak KKP memiliki lembaga survei yang kredibel untuk penilaian titik titik sedimennya? Juga,
apakah pihak penambang dan eksportir memiliki teknologi pengerukan dan penyedotan pasir yang mampu memilah sedimen yang di rekomendasi dengan tidak merusak lumpur laut dan terumbu karang. Lalu, apakah ada jaminan kalau itu tidak menghabiskan pasir pulau dan tidak merusak ekosistem kepulauan?
Karena akibat kegiatan itu, hal yang ditimbulkan berdampak pada semua habitat ikan-ikan jenis pinggiran pantai untuk hidup dan berkembang biak di kawasan pesisir pantai kepulauan.

Hal yang sangat penting lagi adalah; apakah pihak KKP dan Bea Cukai serta instansi Pemda setempat punya sarana dan perangkat SDM yang kuat untuk mengawasi kemungkinan terjadinya Fraud atau kejahatan eksport ilegal dalam praktek ekspornya? Terutama dalam hal besar tonase eksport pasirnya, yang tentunya terkait dengan retribusi dan pajak ekspornya.

“Ini jumlah eksport luar biasa, sangat besar dan pasti jutaan ton pertahun. Tentu akan sangat eksploitatif dilakukan eksportir karena begitu besarnya kebutuhan impor Singapura. Nilai pajaknya bisa mencapai puluhan hingga ratusan triliun pertahun yang harus diawasi,” ungkap Erick.

Jika sudah begitu, Instansi mana yang akan bertanggung-jawab jika terjadi ekspor pasir ilegal nanti bila terjadi lagi. Harus tegas, lihat berita mengejutkan temuan KPK minggu ini sebanyak 5 juta ton Ore Nikel Ilegal di ekport ke negeri Cina sepanjang 2020-2022. Siapa yang bertanggung jawab? Menteri ESDM kah, Bea Cukai kah atau Gubernur setempat?

“Coba bayangkan berapa milyar dolar AS negara kita kehilangan Devisa dan termasuk kehilangan pajak eksport karena eksport ilegal 5 juta ton Ore Nikel itu saja. Apalagi bila terjadi di eksport pasir ini dimana kantor kantor pengawasan cukup jauh di ibu kota Provinsi,” ungkap Erick.

Senada dengan Erick, anggota dewan Pakar DPP APIB Kurnia Yuniarti MSA, menyesalkan terbitnya kembali izin untuk menambang dan eksport pasir laut yang dikeluarkan pemerintah. Ini sama saja kembali akan merusak ekosistem lingkungan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Kepri dan Bangka Belitung yang kemungkinan akan diincar penambang dan eksportir.

Kurnia yang juga caleg DPR RI dari PKS dari dapil kampung halamannya Provinsi Bangka Belitung (Babel) sudah mendengar banyak keluhan masyarakat Babel atas terbitnya kembali izin eksport pasir ini. Dulu izin ekspor pasir laut sudah di stop Presiden ke 5 Megawati, kenapa sudah 20 tahun di stop malah di izinkan lagi di era Jokowi. Mestinya pertimbangan penyetopan dulu itu menjadi dasar untuk tidak mengulangi keluarnya izin baru ini.

“Saat ini kehidupan nelayan kembali terusik dengan rencana penambangan pasir ekspor.Trauma panjang atas penambangan Timah di Babel yang merusak pulau Bangka Belitung belum sirna. Sekarang masyarakat terganggu lagi dengan rencana ekspor pasir laut ungkapnya dengan nada prihatin,” pungkas Erick.

*(FC-Goest)*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *