Dr.Drs,BUDI RIYANTO,SH.,M.SI Pengamat Kebijakan Hukum Kehutanan Dan Konservasi, Pengajar Hukum Lingkungan Dan Kehutanan Universitas Indonesia:”Satwa Liar dan Buas Dilindungi Tidak Boleh Dipelihara Atau Dibisniskan Karena Sangat Berbahaya, “

JAKARTA,Targethukum.com,
Dalam permasalahan kerusakan lingkungan semakin hari bukannya semakin berkurang, tetapi justru semakin meningkat skalanya seiring bertambahnya populasi manusia dan aktivitas.Kebakaran hutan dan banjir terjadi setiap tahun, pencemaran lingkungan,
perambahan hutan, penyelundupan satwa dilindungi sering terjadi.

Isu Konservasi sumberdaya alam dan lingkungan bukan hanya terjadi pada skala nasional, tetapi telah menjadi isu besar pada masyarakat dunia. Bahkan isu konservasi juga telah dijadikan alat untuk berbagai kepentingan. Beranjak dari hal pokok di atas yaitu perubahan paradigma di bidang konservasi sumberdaya alam dan lingkungan serta semakin masifnya degradasi lingkungan, maka menjadi tugas Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) yang merupakan lembaga pendidikan dan penelitian serta sesuai dengan visinya sebagai trendsetter di bidang konservasi sumberdaya hutan dan lingkungan.

DR. Drs. Budi Riyanto SH.,M.Si, Mantan Inspektorat Jendral Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) , tentang maraknya orang pelihara Harimau, Singa dan Satwa Liar kategori binatang buas lainnya di Indonesia, Clear dan jelas, satwa liar dilindungi, apa lagi binatang buas dilarang dipelihara tanpa tujuan konservasi penyelamatan, namun diperdagangkan.

Lebih lanjut Pengamat Kebijakan Hukum Kehutanan dan Konservasi, yang juga sebagai pengajar Hukum Lingkungan dan Kehutanan di Universitas Indonesia ini juga menyikapi, Ijin import dan ijin pemeliharaannya satwa liar harus dievaluasi, siapa yang beri ijin, siapa yang diberi ijin dan untuk apa ijin tersebut….!?
Demikian yang ditegaskanya, saat awak media meminta tanggapan terkait dengan perlindungan satwa liar dan maraknya penjualan Satwa Iiar yang dilindungi Rabu (12/6/2024).

Masalah Satwa Liar Yang Dilindungi Harus Melalui Pendekatan Dari Legal Aspek bukan dari Tekhnis

Budi Riyanto menjabarkan,”mengenai satwa
liar/buas diatur dengan undang-undang no 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya dan ekosistemnya, salah satu pengaturannya adalah perlindungan terhadap satwa liar melalui proses pengawetan, pemanfaatan, kalau kita berbicara pengawetan maka semua jenis yang ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi peraturannya dan penetapannya sangat khusus yaitu melalui apa yang disebut dengan lembaga konservasi yang dibentuk untuk kegiatan penangkaran di luar habitatnya,”Tuturnya.

Budi Riyanto juga menegaskan, “jadi ditetapkan hanya betul-betul kegiatan penangkaran dengan mempertahankan kemurnian, keasliannya, dan kondisi natural.
Namun demikian undang-undang 5 tahun 1990 juga mengatur pemanfaatan untuk satwa yang tidak dilindungi, kalau pengawetan yang dilindungi pemanfaatan yang tidak dilindungi antara lain yakni untuk perdagangan untuk perburuan untuk peragaan untuk pemeliharaan tapi ( sekali lagi yang tidak dilindungi ), “tegasnya.

“Lalu Bagaimana dengan satwa-satwa yang sifatnya buas…?”.
“Undang-undang no 5 tahun 1990 membatasi bahwa pemasukan satwa liar dari luar negeri ke Indonesia, hanya untuk kepentingan tertentu, untuk penyelamatan satwa, penelitian,pertukaran species tapi bukan untuk diperdagangkan karena kita menghindari terjadinya pencemaran genetik, “

“Bagi masyarakat yang melakukan pemeliharaan untuk kesenangan, ini harus benar-benar diwaspadai karena satwa satwa yang dilindungi itu tidak untuk pemeliharaan tapi justru untuk menyiapkan mereka di alam liarkan kembali karena satwa yang ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi, berarti di alam sudah langka atau bahkan jarang kita temui, oleh karena itu perlu adanya kegiatan konservasi untuk pemeliharaan,

“Mungkin ada pertanyaan Apakah yang sebagai penangkaran itu bisa dimanfaatkan atau boleh… namun ada pembatasan untuk jenis-jenis tertentu, satwa dan tumbuhan seperti tumbuhan bunga bangkai, atau badak, harimau, babi rusa kemudian ada beberapa spesies primata lainnya.

‘Walaupun hasil penangkaran F1, F2, F3 dan seterusnya tetap tidak boleh untuk dipelihara dan di bisniskan lebih-lebih sifat satwa itu adalah buas karena ini sangat berbahaya, “tandasnya.

Dalam hal ini yang perlu dievaluasi adalah untuk apa ijinnya,siapa yang memberi ijin….?!,
Dan kenapa diizinkan….?!

Terkait undang-undang 5 1990 yang akan direvisi oleh komisi IV DPR RI, Beliau menceritakan bahwa ia merupakan salah satu anggota Bodrex/ atau anggota yang paling muda saat undang-undang tahun 1990 dibentuk.

Undang-undang 5 THN 1990 menurutnya konservasi pertama nasional, sudah bagus dari sisi sistematikanya, meski nanti ada perubahan, ia berharap perubahan itu nantinya disesuaikan dengan kebutuhan seperti dana konservasi, pengelolaan satwa liar, maupun ketentuan ancaman pidananya.

Kita lemah di implementasi yaitu lemahnya struktur sistem hukum, maka harus ada ancaman pidana yang disesuaikan dalam UU 5 tahun 1990 jika nanti ada revisi di tahun 2024, harus ada aturan yang tajam terhadap pelanggar, mengingat efek jera terhadap pemidanaan untuk konservasi khususnya efek jera sangat rendah membuat orang tidak jera seperti pada kasus di Taman Nasional ujung kulon terkait Badak Jawa yang diperjual belikan.

Mengakhiri perbincangannya Budi juga mengatakan ,”dalam hemat saya, implementasi dari UU
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sepenuhnya belum
menjawab kebutuhan saat ini.
Ada tiga materi besar sebagai strategi konservasi ,Perlindungan Sistem ,Pemanfaatan dan Pengawetan.

“Namun yang menarik adalah, UU 5 THN 1990 yang sudah 34 tahu,
ada tiga hal yang belum dilaksanakan, yang diperintahkan oleh Undang Undang, sehingga kita Indispliner.Hal ini didasari dengan tidak adanya peraturan
pelaksana berupa Peraturan Pemerintah mengenai 3 hal penting yaitu:

  1. Perlindungan Sistem Penyangga
    Kehidupan.
  2. Peran Serta Masyarakat.
  3. Cagar Biosfer

Semoga ketiga aspek penting di atas dapat menjadi perhatian khusus Pemerintah agar dapat menindaklanjutinya dalam sebuah peraturan pelaksana dari UU
Nomor 5 Tahun 1990.

(antonius rud/red) *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *