Hukum  

Eksekusi Rumah Di Jakarta Selatan Potret Buram Penegakan Hukum di Indonesia Yang Diduga Ada Rekayasa

Jakarta, Targethukum.com,

Peristiwa eksekusi sebuah rumah di Jakarta Selatan kembali mempertontonkan potret buram penegakan hukum di Indonesia. Rumah di Jalan Tebet Timur IIIB No.18 menjadi sorotan setelah pemiliknya menuding PT SMFL Indonesia merekayasa tagihan hutang dengan mempailitkannya demi menyita aset mereka.

Dalam spanduk yang dipasang di dinding dan pagar rumah, pemilik rumah menyebut eksekusi tersebut sebagai bukti kekejaman “neo-kolonialisme Jepang” dan kezaliman mafia hukum di Indonesia. Mereka menuding SMFL melakukan rekayasa tagihan, penggelembungan utang, hingga manipulasi proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) demi merebut aset yang bernilai jauh lebih tinggi dibandingkan modal awal.

“Perusahaan kami hanya meminjam alat berat dengan modal sekitar Rp 6 Miliar, Tapi mereka menagihkan biaya sewa sebesar Rp17 Miliar. Saat kami pailit, hutang kami dicatat Rp5 sampai Rp 6 Miliar. Setelah pailit, mereka kembali menaikkan tagihan menjadi sekitar Rp 20 Miliar. Ini sangat kejam,” ujar Ikhwan Andi Mansyur, pemilik rumah yang kini dieksekusi. Selasa, 20/05/2025, Bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional ke 117.

Ikhwan juga menjelaskan bahwa kontrak sewa alat berat yang diteken pada November 2015 seharusnya berakhir pada 2018. Namun, SMFL tetap mengenakan biaya sewa penuh hingga akhir masa kontrak, bahkan menambahkan berbagai komponen seperti denda, bunga, dan biaya-biaya lain yang dianggap tidak wajar.

“Kami dikenakan biaya sewa sampai berakhirnya masa kontrak yang sampai tahun 2018, padahal kontrak diputus pada November 2015 dan unit alat berat sudah mereka tarik dan tidak ada pada kami alat berat tersebut namun PT. SMF menagihkan penuh sesuai waktu kontrak dengan biaya sewa yang ditagih tersebut plus denda, plus bunga, plus biaya lain-lain, akhirnya kami ditagihkan hutang yang sangat besar sekali, jauh lebih besar daripada modal yang mereka gunakan untuk membeli 11 unit alat berat sekitar Rp 6 Miliar,” Jelasnya.

Lebih lanjut, Ikhwan menolak proses eksekusi rumah yang dianggapnya mengabaikan hak-hak keluarganya.

“Kami tidak akan berhenti berjuang sampai kapanpun agar penjajah Jepang seperti ini kalau bisa pergi dari Indonesia. Saya tetap akan mempermasalahkan terhadap rumah kami yang dieksekusi hari ini karena di dalam rumah ini sebenarnya ada hak anak istri, ini harta bersama. Tapi mereka tetap melakukan eksekusi, tetap menjual aset-asetnya tanpa ada sama sekali surat-suratnya. Ini adalah langkah peradilan yang berjamaah. Kami tidak akan mundur. Saya tetap tegar,” tegasnya.

Eksekusi dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor 56/Eks.Pdt.Sus/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst Jo. 103/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. Namun pemilik rumah menilai proses hukum yang ditempuh sarat manipulasi dan tidak berpihak pada keadilan substantif.

Spanduk dan poster-poster protes yang dipasang di rumah tersebut kini menjadi bentuk perlawanan terbuka terhadap apa yang mereka sebut sebagai “perampokan hukum yang dilegalkan.” Mereka bersumpah akan terus memperjuangkan keadilan meski harus melawan kekuatan modal dan sistem hukum yang timpang.Tutup

Rud/red

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *