Tony Rosyid
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
JAKARTA,- |
Anggaran bansos per-paket seharga 300 ribu rupiah. Ini angka resminya. Untuk apa saja?
Beras 10 kg harga Rp. 129.390 (Rp. 12.939/kg). Minyak goreng 2 liter harga Rp. 27.800 (Rp.13.900/lt). Sarden 9 kaleng harga Rp. 71.550 (Rp. 7.950/kaleng)
Mie instan 12 bungkus harga Rp. 34.260 (2.855/bks). Sambel kecap harga Rp. 7.000. Goodiebag Rp. 15.000. Keuntungan rekanan Rp. 15.000.
Total: Rp. 299.990 (Genapin dah jadi Rp. 300.000).
Coba anda lihat harga barang-barang itu di super market, mini market, agen, atau warung biasa. Jauh lebih murah. Apalagi kalau belinya grosiran. Murah banget!
Lalu kenapa untuk bansos lebih mahal? Satu alasan: buat bagi-bagi! Untuk bisa berbagi, harus ada selisih. Makin besar selisihnya, makin banyak dapat bagian. Caranya? Pertama, di mark-up harganya. Otak-atik cocok, sikat!
Kedua, volume barang dikurangi. Dengan cara ini, selisih jadi besar, dan bagi-baginya jadi makin besar. Ini lagu lama bro! Lagu basi Korupsi!
Coba cek ke penerima bantuan. Kadang berasnya bulukan, kadang 5 kg, sarden dan mie instan cuma 5 biji. Kasus seperti ini, kabarnya banyak sekali ditemukan di masyarakat penerima bantuan. Anda bisa cek langsung lapangan. Dari selisih harga saja, sudah untung besar. Kok masih gak puas? Barang dikurangi pula.
Taksiran harga beras 10 kg Rp. 82.000. Minyak goreng 2 liter Rp. 25.000. Sarden 9 kaleng Rp. 22.500. 12 mie instan Rp. 7.200. Sambel kecap Rp. 4.100. Goodie bag Rp. 9.000.
Jadi totalnya Rp. 149.000.
Dengan begitu, ada selisih sekitar Rp. 150.000. Kemana saja selisih ini ?!?
Beberapa sumber mengatakan bahwa Rp. 25.000 untuk rekanan. Rp. 25.000 untuk oknum-oknum di kemensos. Yang Rp.100.000 kemana? Ini tugas KPK menelusuri aliran dana Rp.100.000 itu? Adakah dana itu nyasar ke partai dan ke lingkaran istana ?
Dengan skema seperti ini, para pengusaha berebut. 1 SPK (Surat Perintah Kerja) minimal dapat 200.000 paket. Silahkan kalikan keuntungan dan bagi-baginya. Gede banget !
Itu 1 SPK. Kalau sekian SPK ?
Karena itu, para pengusaha gak segan-segan keluarin uang di muka untuk si A, si B, si C, sampai si Z. Bagi-bagi di awal. Uang pelicin !
Bansos jelas dikorup, telanjang mata, dan terang-terangan. Gak perlu kepandaian KPK untuk mengungkap ini, karena jenis korupsinya sangat transparan. Dan praktek ini terjadi sejak dari awal. Jadi gosip, di warung kopi dan cafe-cafe. Kenapa perampok uang negara ini terkesan dibiarkan ?
Anda jangan berpikir KPK hebat, karena telah sukses menangkap Mensos Juliari Batubara. Tidak! Kalau lihat kasus ini dari awal, KPK justru dianggap telat. Mestinya nangkap dari awal. Katanya UU KPK yang baru lebih berorientasi pada pencegahan? Ini harus dibuktikan!
Tugas KPK adalah
membongkar kasus ini sampai keakar-akarnya. Juliari Batubara tidak sendiri. Korupsi uang gede, kecil kemungkinan tidak sendirian. Pasti berjama’ah. Lalu, siapa anggota jama’ahnya?
KPK harus kejar siapa saja yang terlibat. Semua rekanan harus diusut. Tanpa terkecuali. Jangan pakai random sampling. Ini bukan survei bro!
Penyedia, kantongnya harus juga diinvestigasi. Dalam hal ini adalah PT. Sritex. Plus siapa yang merekomendasikan PT. Sritex jadi rekanan mensos? Adakah uang gratifikasi yang mengalir ke orang itu? Gak usah pedulikan siapa dan anak siapa dia. Kalau terlibat, ya usut!
Semua pihak ketiga yang menjadi mediator dan ikut menikmati bagi-bagi dana bansos juga harus diusut. Jangan berhenti di Juliari Batubara saja. Bawahan, bahkan partai asal Juliari Batubara, semua harus ditelusuri terkait aliran dana bansos ini.
Kasus ini mesti dituntaskan. Adakah kemauan KPK untuk menuntaskan kasus bansos ini, sebagai tanda bahwa KPK masih ada dan sudah siuman dari tidur panjangnya? Kita tunggu! (TR/G)
Jakarta, 22 Desember 2020