JAKARTA, Targethukum.com – ||
Terkait pemberitaan media beberapa hari lalu, atas adanya ulah oknum pegawai Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok inisial ‘S’ yang diduga melakukan modus penipuan proyek fiktif dengan mengaku sebagai PPK dan telah membuat SPK bodong serta meminta sejumlah uang pada korban dengan dalih deposit yang disebutkan untuk bos atau atasannya itu akhirnya berbuntut pada pemanggilan serta interogasi Rudi sang korban oleh pihak Balai Kementan Tanjung Priok.
Adapun pemanggilan korban Rudi oleh pihak Balai, disebutkan untuk dimintai keterangannya atau bisa dikatakan sebagai reaksi pihak Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok yang merasa gerah dan keberatan atas isi pemberitaan Media terkait kasus penipuan proyek fiktif yang dilakukan oleh pegawai Balai Kementan tersebut.
Padahal berdasarkan etika, media yang memuat tulisan Wartawan tentunya sudah berdasarkan hasil konfirmasi, dan fakta yang dikumpulkan. Diantaranya, dari hasil keterangan korban juga keterangan berdasarkan proses mediasi yang dilakukan pihak Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok dalam menyikapi kasus yang telah menimpa Rudi itu.
Ironisnya, atas keberatan isi pemberitaan media, pihak Balai justeru meminta sang korban Rudi untuk menghapus isi pemberitaan. Sungguh sangat lucu, bahkan terkesan tidak memahami Tupoksinya, sehingga dengan tanpa berfikir panjang meminta pada korban anak buahnya itu untuk bisa menghapusnya. Padahal terkait keberatan dan permohonan untuk penghapusan berita itu ada mekanisme yang harus ditempuh berdasarkan aturan yang ada.
Naifnya lagi, keberatan pihak balai atas pemberitaan media tersebut justeru terkesan menekan korban. Pasalnya, korban mengaku kepada wartawan kalau dirinya di interogasi oleh pihak Balai dan diminta untuk hapus berita lantaran adanya pemberitaan Media tersebut.
“Duit aku belum ada masuk, dan mereka ini lagi interogasi aku masalah berita online itu bang. Izin, tolong dihapus saja semua berita yang onlinenya. Aku langsung lapor ke polisi aja. Mohon bantu bang,” kata Rudi kepada TargetHukum.com via WA.
Sungguh sangat dipertanyakan adanya sikap pihak Balai Besar Karantina Pertanian yang terkesan menekan korban, dan juga makin terkesan berupaya menjaga atau melindungi serta menggelapkan penanganan kasus proyek fiktif yang telah dilakukan anak buahnya. Bahkan terkesan, sengaja mengulur-ulur waktu untuk proses penyelesaiannya.
Untuk itu agar diketahui, terkait keberatan atas isi pemberitaan ada mekanisme yang harus ditempuh. Adapun mekanisme yang dapat ditempuh, adalah:
- Melalui pemenuhan Hak Jawab dan Hak Koreksi. Hak Jawab adalah; hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Sedangkan Hak Koreksi adalah; hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh Pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Dalam hal ini, Pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Forum Wartawan Independen Nusantara (FOR-WIN) Maruli Siahaan menjadi turut prihatin dengan sikap tidak memahaminya pihak Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok yang menurutnya berlebihan dan tidak paham aturan main.
“Ngapain minta di hapus? Sudah begitu minta hapus kok kepada korban anak buahnya. Kalau ada yang keberatan, silahkan dibuat hak koreksi dong atau laporkan ke Dewan Pers biar pihak Dewan yang menangani. Jika tidak juga, ya laporkan saja ke Aparat. Ingat ya, menghalangi Tugas Jurnalistik bisa di denda Rp.500 juta dan bisa di pidana!” tegas Maruli.
Hingga berita ini dibuat, pihak Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok belum juga menunjukkan itikad baik dalam penyelesaian kasus penipuan proyek fiktif yang dilakukan oleh sang bawahannya tersebut.
(FC-Goest)

“
(