Gde Siriana Yusuf: “Perkawinan politik sudah dikenal lama dalam sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara. Ujungnya jika dilazimkan akan melahirkan dinasti. Tentu kita tidak mau kembali ke masa itu. Hari ini Demokrasi, intinya adalah pengawasan setiap detik, karena transaksi bisa terjadi setiap saat, apalagi saat rakyat sedang tidur lelap.”
JAKARTA, www.targethukum.com
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang akan menikahi adiknya Jokowi, banyak tanggapan dari para pengamat, tidak terkecuali Gde Siriana.
Gde menyorot para pimpinan lembaga negara, seharusnya menjunjung moral dan etika, walau dalam hal pernikahan, apalagi bila ada dugaan kepentingan besar.
“Menikahi siapapun tidak dilarang selama memenuhi rukun dan syarat syah nikah. Tetapi mengedepankan moral dan etika diwajibkan pada pimpinan lembaga tinggi negara jika pernikahan dapat “merekatkan” Eksekutif & Yudikatif sehingga potensi konflik kepentingan besar,” ujar Gde.
Gde menyoroti pentingnya moral dan etika, karena hal itu juga seharusnya membatasi interaksi pembatasan sosial para penjaga hukum dalam kaitannya legislatif dan eksekutif.
“Ini seperti halnya KPK yang secara etis tidak boleh berdekatan dengan eksekutif maupun legislatif dimana pada kedua lembaga tersebut punya potensi terjadi korupsi besar. Apalagi bertemu dengan konglomerat. Ada pembatasan sosial yang jadi konsekuensi pejabat anti rasuah.” tandas Gde.
Gde menjelaskan banyak contoh tentang kekusutan pembatasan sosial para pejabat negeri ini, semuanya bermuara terkait moral dan etika.
“Ini mirip beberapa waktu lalu, seperti aturan rektor dilarang jadi komisaris. Jadi jika milih komisaris, maka mundur rektor. Begitu juga dengan Ketua MK, meski tidak ada aturan terkait nikahnya, tapi demi moral-etika, harus mundur. Ini membahayakan marwah MK karena makin no-trust di saat sekarang banyak JR yang diajukan masyarakat.” papar Gde.
Gde menduga bisa jadi, jika pembatasan sosial ini dibiarkan dan menjadi kebablasan akan melahirkan tirani , dan itu bertentangan dengan demokrasi.
“Perkawinan politik sudah dikenal lama dalam sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara. Ujungnya jika dilazimkn akan melahirkan dinasti. Tentu kita tidak mau kembali ke masa itu. Hari ini Demokrasi, intinya adalah pengawasan setiap detik, karena transaksi bisa terjadi setiap saat, apalagi saat rakyat sedang tidur lelap,” ujar Gde lagi.
Akhirnya Gde meragukan indepedensi MK bila nantinya perkawinan politik ini terjadi, dan MK nantinya bukan lagi menjadi mahkamah konstitusi tapi akan menjadi mahkamah keluarga.
“Publik pun akan sulit melihat secara obyektif independensi MK sejauh mana. Tudingan masyarakat bahwa MK menjadi Mahkamah Keluarga akan menghancurkan lembaga MK & juga menghakimi para hakim MK lain yang terkena getahnya. Demokrasi itu menjalankan transparansi, tapi bukan artinya anda terang-terangan berlaku semau gue,” pungkas Gde.
(Team/Red)