JAKARTA, www.targethukum.com
Sidang perdana wartawan Senior FNN (Forum News Network), Edy Mulyadi yang digelar pagi hari tadi, Selasa (10/5-2022) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dapat dikatakan sebagai bukti kalau penguasa saat ini benar adanya sebagai rezim otoriter yang anti kritik. Sehingga tanpa rasa malu, sudah menciderai Konstitusi dalam hak kebebasan berpendapat di negeri ini.
Padahal, dalam konstitusi kebebasan tersebut dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28-E ayat (3) yang menyatakan bahwa; “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”
Terkait Kebebasan pers (freedom of the press), juga adalah merupakan hak yang diberikan oleh konstitusi sebagai fakta perlindungan hukum yang berkaitan dengan Jurnalistik tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.
“Dengan perlakuan tersebut, defacto produk-produk Jurnalistik lain yang ada di YouTube, berpotensi pula untuk dikriminalisasi,” ungkap Edi.
Menurut keterangan yang diperoleh, Wartawan senior Edy Mulyadi akan dibela oleh 32 Pengacara. Antara lain; Ahmad Yani, Herman Kadir, Djudju Purwanto, Dedy Setiawan, Kurnia Tri Royani, Erman Umar, M. Hadrawi Ilham, Thorik dan Novel.
Edy Mulyadi hadir di PN Jakarta Pusat pukul 09.45 WIB, tampil mengenakan baju batik, celana hitam dan memakai ikat kepala.
Edy menyalami satu persatu kuasa hukum yang akan membelanya dalam kasus dugaan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan SARA terkait pemindahan Ibu Kota Negara yang disebutnya sebagai “tempat jin buang anak”.
Menurut Edy, sangkaan hukum terhadap dirinya saat ini sudah mengarah sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan Pers, terutama produk jurnalistik di channel YouTube.
“Dalam berkas dakwaan jaksa penuntut umum, sejumlah produk jurnalistik lainnya yang saya buat di akun YouTube Bang Edy Channel ternyata ikut juga dilampirkan. Ini jelas arah sebenarnya, dan tentunya bisa menjadi ancaman terhadap kebebasan pers, terutama produk jurnalistik yang ada di channel YouTube,” ungkap Edy.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Tim Pengacara Edy Mulyadi, Herman Kadir, sempat merespons isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang tebalnya mencapai 900 halaman. Menurutnya, sepanjang dirinya sebagai pengacara, baru kali ini melihat berkas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tebalnya sampai 900 halaman dan itu karena banyak berisi lampiran.
Selain itu, menurut Tim pengacara dalam Surat dakwaan jaksa penuntut umum tidak hanya mempersoalkan tentang kritik Edy Mulyadi terhadap rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, tetapi lucunya juga membawa-bawa produk jurnalistik karya Edy Mulyadi lainnya yang ada di akun YouTube Bang Edy Channel.
Isi surat dakwaan tersebut, kata Tim pengacara Edy Mulyadi, jelas mengancam kebebasan Pers di negeri ini karena produk-produk Jurnalistik lain yang ada di YouTube, berpotensi pula untuk dikriminalisasi.
Ketika dimintai tanggapan, Edy Mulyadi menyatakan bahwa dia dilaporkan terkait dirinya yang menyebut Fraser/kalimat tempat jin buang anak.
“Tapi dalam berkas dakwaan jaksa penuntut umum, sejumlah produk Jurnalistik lainnya yang saya buat di akun YouTube Bang Edy Channel juga dilampirkan. Jadi ini jelas sebenarnya arahnya bisa mengancam kebebasan Pers, terutama produk jurnalistik yang ada di channel YouTube,” pungkas Edy.
Sebagai informasi, Wartawan senior Edy Mulyadi disangkakan melanggar Pasal 45A ayat (2), jo Pasal 28 ayat (2 UU ITE). Lalu, Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 156 KUHP, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Kasusnya bermula dari kritik yang disampaikannya kepada penguasa soal pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
*FC-GOES